Senin, 02 Januari 2012

bab IV: perkembangan balita dan masa bermain



PERKEMBANGAN BALITA DAN MASA BERMAIN
Disusun untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Perkembangan Peserta Didik




Oleh :

Dandy Pramana          (080210101046)
Wahyuni Fajar A         (080210102013)
Agus Tina Sari            (080210102015)









PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1     Latar Belakang

Balita merupakan singkatan bawah lima tahun, salah satu periode usia manusia dengan rentang usia dua hingga lima tahun. Ada juga yang menyebut dengan periode usia prasekolah. Pada fase ini, anak berkembang dengan sangat pesat.
Setiap orang tua tentunya menginginkan anaknya menjadi generasi yang sehat, cerdas, dan kuat. Karenanya, memberikan yang terbaik untuk anak adalah sebuah keniscayaan. Untuk itu orang tua harus memahami tumbuh kembang tubuh dan otak anaknya, terutama pada masa balita. Pada periode ini, balita memiliki ciri khas perkembangan sebagai berikut : Perkembangan fisik: Di awal balita, pertambahan berat badan menurun disebabkan banyaknya energi untuk bergerak. Perkembangan psikologis:Dari sisi psikomotor, balita mulai terampil dalam pergerakannya (lokomotion), seperti berlari, memanjat, melompat, berguling, berjinjit, menggenggam, melempar yang berguna untuk mengelola keseimbangan tubuh dan mempertahankan rentang atensi. Pada akhir periode balita kemampuan motorik halus anak juga mulai terlatih seperti meronce, menulis, menggambar, menggunakan gerakan pincer yaitu memegang benda dengan hanya menggunakan jari telunjuk dan ibu jari seperti memegang alat tulis atau mencubit serta memegang sendok dan menyuapkan makanan kemulutnya, mengikat tali sepatu.
Dari sisi kognitif, pemahaman terhadap obyek telah lebih ajeg. Kemampuan bahasa balita bertumbuh dengan pesat. Pada periode awal balita yaitu usia dua tahun kosakata rata-rata balita adalah 50 kata, pada usia lima tahun telah menjadi diatas 1000 kosakata. Pada usia tiga tahun balita mulai berbicara dengan kalimat sederhana berisi tiga kata dan mulai mempelajari tata bahasa dari bahasa ibunya.
Balita juga mulai belajar berinteraksi dengan lingkungan sosial diluar keluarga, Balita mulai memahami dirinya sebagai individu yang memiliki atribut tertentu seperti nama, jenis kelamin, mulai merasa berbeda dengan orang lain dilingkungannya.

1.2     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana proses perkembangan yang terjadi pada saat anak berusia balita?
2.      Bagaimana proses perkembangan yang terjadi pada anak saat memasuki masa bermain?
1.3     Tujuan
1.      Untuk mengetahui proses perkembangan yang terjadi pada anak saat balita.
2.      Untuk mengetahui proses perkembangan yang terjadi pada anak saat memasuki masa bermain.















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PERKEMBANGAN BALITA
Salah satu prinsip perkembangan menyatakan bahwa perkembangan awal merupakan tahapan yang lebih kritis daripada tahapan perkembangan berikutnya. Karena masa BALITA merupakan awal dari rangkaian perkembangan manusia, maka perkembangan pada masa ini mempunyai arti yang sangat penting bagi keberhasilan perkembangan selanjutnya. Masa Balita akhir dalam istilah psikologi disebut dengan masa kanak-kanak awal yaitu masa yang dimulai pada akhir masa bayi (2 Tahun) sampai dengan  usia 5 tahun.
Ciri pokok dari tahapan perkembangan ini adalah anak mulai mengalami perubahan yang pesat dalam aspek kepribadian dan emosionalnya, masa ini sering pula disebut dengan massa trotz, ciri lain yang menonjol dan nampak pada perilaku anak adalah secara alamiah pada usia 2-3 tahun anak akan menjadi anak yang suka membangkang dan keras kepala, sehingga masa Trotz juga disebut sebagai salah satu dari tiga masa sulit dalam perkembangan manusia. Beberapa ciri pokok dari perkembangan pada masa ini adalah :
1.      Egosentris, artinya segala sesuatu ingin dipusatkan kepada dirinya, dan selalu mementingkan pemenuhan kebutuhannya. Anak sering menuntut agar lingkungan memperhatikan dirinya bahkan berada di bawah kekuasaannya.
2.      Pembangkang. Pada masa ini anak akan selalu menentang dan membantah segala permintaan, suruhan, larangan, anjuran, ataupun keharusan yang datang dari siapapun juga.
3.      Dengan perilakunya yang khas anak selalu berusaha untuk menarik perhatian semua orang yang ada disekitarnya untuk selalu memperhatikan dan melayani keperluannya yang terkadang disertai sikap emosional.
4.      Anak selalu minta dihargai, dipuji dan tidak mau dicela, dipersalahkan atau dianggap tidak mampu untuk setiap perbuatan yang dilakukannya.
5.      Karena keberanian dan emosinya yang mulai berkembang, anak sering menuntut adanya kebebasan, tidak lagi mau digendong,dsb.

Pemberian pendidikan dan pembentukan perilaku yang tidak tepat pada masa ini akan membawa akibat yang panjang pada tahapan-tahapan perkembangan berikutnya. Karena masa Trotz ini merupakan masa yang khas, sebagai istilah di berikan padanya misalnya:
1.      Masa kanak-kanak awal merupakan “pre-school Age”
Merupakan masa sebelum memasuki usia sekolah yang sesungguhnya, sehingga pada usia ini anak dapat dipersiapkan dengan memasuki TK yang memiliki sistem pendidikan berbeda dengan sistem formal dan telah dirancang sedemikian rupa untuk melayani perkembangan anak usia BALITA.
2.      Masa kanak-kanak awal merupakan “Pre-gang Age”
Pada usia sekitar 3 tahun ini anak mulai belajar dasar-dasar dari pola tingkah laku orang-orang dewasa di sekitarnya dan mulai belajar melakukan penyesuaian sosial dengan anak-anak lain di luar lingkungan keluarganya.
3.      Masa kanak-kanak awal adalah masa penyelidikan
Pada masa ini, perkembangan rasa ingin tahu anak sangat pesat, sehingga anak menjadi tertarik pada benda dan peristiwa-peristiwa konkrit di sekitarnya. Pada masa ini, anak akan selalu bertanya tentang segala hal, yang kadang membuat jengkel orang-orang dewasa.
4.      Masa kanak-kanak awal merupakan “Problem Age”
Perkembangan anak pada masa ini ditandai dengan munculnya sikap menentang, keras kepala dan tidak mau diperintah, anak cenderung manja dan suka merengek-rengek

Pada masa ini mulai berkembang berbagai aspek phisik dan psikologis anak, perubahan yang menonjol dapat dilihat nyata pada perkembangan motorik dan bahasa, prkembangan emosi, perkembangan sosial, perkembangan bermain, perkembangan kreativitas dan perkembangan moral.

A.    Perkembangan Motorik
·         Masa kanak-kanak merupakan masa paling ideal untuk mengembangkan ketrampilan karena: tubuh anak masih sangat lentur sehingga lebih mudah menerima berbagai latihan ketrampilan motorik baru
·         Anak belum banyak memiliki ketrampilan sehingga ketrampilan yang baru dipelajari tidak banyak berbenturan dengan ketrampilan-ketrampilan lain yang telah dimiliki terdahulu.
·         Faktor yang menyebabkan gampangnya memberikan latihan ketrampilan pada masa ini adalah : anak lebih berani mencoba suatu ketrampilan baru karena anak belum dapat mempertimbangkan secara rasioanal akibat dari gerakan-gerakan yang dilakukan.
·         Pada masa kanak-kanak awal, anak beum memiliki beban dan tanggung jawab sehingga perolehan suatu ketrampilan baru cenderung untuk selalu diulang-ulang tanpa bosan dan tanpa merasa dikejar waktu
1.      Cara memperoleh ketrampilan motorik
Secara umum ketrampilan motorik pada masa BALITA dapat diperoleh dengan cara yaitu :
-          Belajar trial dan error : dilakukan bila anak belajar tanpa bimbingan orang dewasa atau tidak adanya model yang ditiru, sehingga anak melakukan tindakan dengan pola-pola yang berubah secara cacak, kemudian secara bertahap anak mulai menemukan pola ketrampilan yang dirasa paling cocok untuk dirinya.
-          Belajar meniru : yaitu belajar ketrampilan dengan meniru atau mengamati suatu model (orang tua atau anak lain yang lebih tua). Cara ini lebih cepat mendapatkan hasil dibandingkan dengan cara di atas, tetapi sangat riskan bila orang yang dijadikan contoh ternyata tidak sesuai dengan norma yang ada.
-          Belajar dengan pelatihan : yaitu belajar secara terencana, dengan bimbingan dan supervisi dari orang dewasa yang secara sengaja mengarahkan pembentukan perilaku dan ketrampilan anak, cara ini dilakukan dengan tuntutan yang tepat, dimana pada waktu model memperagakan ketrampilan tertentu anak meniru dengan pengawasan. Cara ini sangat tepat bagi anak pada masa awal belajar ketrampilan motorik.
2.      Macam ketrampilan motorik yang umum
·           Keterampilan umum tersebut adalah keahlian otot tangan, bahu, dan pergelangan tangan, ketrampilan ini terwujud dalam ketrampilan untuk makan, berpakaian dan merawat diri sendiri, gerakan menulis, melempar dan menangkap, serta latihan untuk menyusun konstruksi tertentu.
·           Ketrampilan kaki jumlahnya jauh lebih sedikit dari ketrampilan tangan karena fungsi tangan lebih bervariasi. Setelah berjalan keterampilan berikutnya yang dapat diajarkan adalah berjingkat, melompat, mengangkat kaki, mendaki, dan belajar naik sepeda.
3.      Kategori fungsi ketrampilan anak
Berdasarkan fungsinya, keterampilan motorik yang dimiliki anak dikelompokkan menjadi empat kategori yaitu :
-          Ketrampilan untuk dapat membantu diri sendiri (Self help) diantaranya keterampilan untuk makan, minum, mandi, berpakaian dan merawat diri serta ketrampilan awal dalam menjaga diri.
-          Ketrampilan Sosial (Social-help) adalah ketrampilan yang bermanfaat untuk dapat diterima menjadi anggota kelompok sosialnya. Sehingga diperlukan ketrampilan tertentu yang dapat dimanfaatkan anggota kelompok yang lain misalnya membantu pekerjaan rumah, membantu meringankan pekerjaan orang lain dsb.
-          Ketrampilan bermain merupakan ketrampilan yang diperlukan untuk dapat berkegiatan dengan teman sebaya. Ketrampilan ini merupakan kegiatan menghibur diri di dalam kelompok sebaya. Jenis ketrampilannya diantaranya adalah bermain bola, menyusun konstuksi, melempar, bersepeda, dsb.
-          Ketrampilan awal untuk bersekolah: pada usia BALITA yang juga merupakan awal masa sekolah, diperlukan adanya ketrampilan khusus, karena memang sebagian besar bahan ajaran di sekolah memerlukan ketrampilan motorik seperti kemampuan untuk menggambar, menulis, menari, senam, baris-berbaris dan bermain.

B.     Perkembangan Bahasa
·         Masa BALITA merupakan masa yang sangat ideal untuk mengembangkan kemampuan bahasa, karena setelah kemampuan berbicara dimiliki, tahapan berikutnya yang perlu dipelajari adalah mengembangkan jumlah kosa kata yang dimiliki anak, untuk kemudian dirangkai dalam bentuk kalimat dengan menggunakan tata bahasa yang lazim.
·         Terdapat beberapa kondisi yang mungkin dapat menimbulkan perbedaan dalam belajar berbicara yaitu : kondisi kesehatan, tingkat kecerdasan, keadaan sosial ekonomi, dorongan berkomunikasi yang dipengaruhi oleh tipe kepribadiaan, ukuran/jumlah keluarga, urutan kelahiran dan metode pelatihan yang digunakan, serta pola komunikasi yang ada dalam keluarga.

C.     Perkembangan Emosi
Kemampuan untuk bereaksi secara emosional sudah ada sejak anak dilahirkan, namun perkembangan emosional berikutnya tidak berjalan dengan sendirinya, tetapi sangat dipengaruhi oleh peranpematangan dan proses belajar yang dilakukan.
Dalam kenyataan kehidupan pengendalian emosional sangat berpengaruh terhadap penyesuaian pribadi yang pada gilirannya akan mempengaruhi perkembangan aspek psikologis lain.
1.      Pola Emosi yang bersifat umum
Pemahaman terhadap adanya perbedaan individual menyebabkan tidak logis bila pendidik menuntut agar semua anak pada usia tertentu memiliki pola emosi sama, namun ada pola-pola yang bersifat umum yaitu reaksi emosional yang hampir pasti dimiliki oleh semua anak meskipun intensitasnya berbeda yaitu :
-          Rasa takut
Ditandai adanya kekuatan atau rangsangan tertentu yang secara umum dapat menimbulkan rasa takut pada anak, misalnya tempat gelap, suara keras, dan makhluk tak dikenal. Perkembangan pola emosi yang berkaitan erat dengan ini adalah rasa malu dan canggung adalah rasa takut yang ditandai adanya penarikan diri dari objek yang menjadi sumber, rasa khawatir yaitu rasa takut yang tidak punya alasan jelas dan rasa cemas yang merupakan keadaan mental tidak enak karena anak merasa adanya ancaman dan gangguan terhadap kebahagiaan kehidupaannya.
-          Rasa marah
Merupakan awal perkembangan emosi, ekspresi marah lebih banyak ditunjukkan, hal ini dilakukan berdasarkan pengalaman anak merasa cara ini lebih efektif untuk mendapatkan perhatiaan orang di sekitarnya dan cara mudah memperoleh apa yang diinginkan, sehingga intensitas kemarahan pada anak sangat dipengaruhi latihan dan pembiasaan.
Situasi yang bisa menimbulkan perasaan marah biasanya berupa rintangan atau stimulus yang tudak disukai anak meliputi berbagai kondisi yaitu : rintangan terhadap gerak-gerak yang diinginkan anak, rintangan terhadap aktivitas yang sudah mulai berjalan, rintangan terhadap keinginan yang ingin dilakukan, dan sejumlah kejengkelan yang bertumpuk.
-          Rasa cemburu
Merupakan rasa emosioanal yang normal terhadap peristiwa kehilangan kasih sayang dan perhatian dari orang dewasa di sekitarnya. Perasaan ini bisa timbul karena munculnya anggota keluarga yang lain, misalnya kelahiran adik yang sering menyebabkan anak merasa kehilangan perhatian dari orang tua.
2.      Kondisi yang menimbulkan emosionalitas meninggi
Teradapat tiga kelompok sumber yang dapat menimbulkan kondisi memuncaknya emosi anak yaitu :
-          Kondisi Phisik
Kondisi tubuh yang mungkin dapat menyebabkan emosi memuncak meliputi kesehatan yang buruk.
-          Kondisi Psikhologis
Pengaruh dari psikhologis yang berpengaruh terhadap pertahanan emosi adalah tingkat intelegensi rendah, tingkat kegagalan dalam mencapai aspirasi tertentu dan kecemasan setelah adanya pengalaman emosional tertentu.
-          Kondisi Lingkungan
Tekanan terus menerus dari lingkungan psikis dan sosial, kekangan yng berlebihan dari orang di sekitarnya, sikap orang tua yang terlalu melindungi serta suasana otoriter di sekolah dapat menimbulkan emosionalitas yang tinggi pada anak.

D.    Perkembangan Sosial
1.      Proses sosialisasi
Perkembangan sosial adalah proses untuk melakukan komunikasi dengan orang lain, berupaya diterima lingkungan dan memperoleh kemampuan untuk mengekspresikan pola perilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial.
Untuk menjadi manusia yang mampu bermasyarakat diperlukan tiga proses terpisah tetapi berjalan secara seiring yaitu :
1)      Belajar berperilaku dapat diterima secara sosial.
2)      Untuk hidup bermasyarakat maka anak harus mengetahui standar perilaku di setiap kelompok sosial.
3)      Berperilaku sesuai dengan standar dan pola perilaku yang dapat diterima.
2.      Memainkan peran sosial yang dapat diterima
Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat norma sosial yang telah ditetapkan dengan proses panjang oleh para anggota, kebiasaan dan pola perilaku ini juga akan diterapkan bagi anggota baru termasuk anak yang sedang belajar bermasyarakat.
3.      Perkembangan sikap sosial
Untuk dapat bergaul dan menjadi anggota komunitas tertentu baik dalam lingkungan keluarga, sekolah maupun kelompok teman sebaya di masyarakat, pada masa kanak-kanak awal anak mulai dituntut untuk bersikap dan berbuat seperti orang-orang di sekitarnya termasuk melakukan berbagai aktivitas sosial yang mereka lakukan.
4.      Perilaku sosial pada masa kanak-kanak
Perkembangan sosial pada masa kanak-kanak awal akan nampak pada pola perilaku sosial sebagai berikut:
-          Kerja sama
Pada usia ini anak memiliki kecenderungan untuk mencari kawan dari usia sebaya yang dapat diajak bermain atau bekerja sama dalam berbagai kegiatan.
-          Persaingan
Perilaku yang nampak sebagai wujud adanya persaingan termanifestasi dalam pertengkaran memperebutkan kebenaran dan atau berebut sesuatu.
-          Kemurahan hati
Kesediaan anak untuk berbagi dengan anak lain, setelah anak mulai memasuki kehidupan sosial teman sebaya, sikap mementingkan diri sendiri menjadi semakin berkurang.
-          Hasrat akan penerimaan sosial
Keinginan anak untuk dapat diterima oleh kelompok sosialnya terutama teman-teman bermain, mendorong anak belajar berperilaku sesuai dengan tuntutan sosial.
-          Simpati
Ekspresi simpati pada anak dilakukan dengan ikut bersedih atau menghibur dan membujuk teman bermain yang sedang sakit atau sedih.
-          Empati
Adalah sikap anak yang dapat menempatkan dirinya pad posisi orang lain, sikap empati ini diekspresikan dengan ikut menghayati pengalaman, kesedihan ataupun kesakitan yang dialami orang lain.
-          Ketergantungan
Pada masa BALITA anak masih memiliki ketergantungan emosional yang sangat tinggi dengan orang dewasa di sekitarnya terutama orang tuanya.
-          Sikap ramah
Ditunjukkan dengan banyak menyapa orang disekitarnya, sikap ramah ini merupakan ekspresi kasih sayang terhadap orang-orang disekitarnya.
-          Sikap tidak mementingkan diri sendiri
Sikap ini ditunjukkan dengan sikap anak mulai belajar memikirkan dan berbuat untuk orang lain, dan mulai muncul kesadaran bahwa hal-hal semacam ini adalah keharusan dalam proses sosialisasi.
-          Meniru
Proses imitasi yaitu meniru segala yang nampak merupakan gejala sangat menonjol pada BALITA, sehingga perlu dijaga agar anak tidak mendapatkan model imitasi yang salah.
-          Perilaku kelekatan
Dalam perkembangan sosial pola perilaku kelekatan ini dapat dialihkan pada orang lain dalam bentuk belajar membina persahabatn, saling berbagi pengalaman, bertukar mainan dsb.

E.     Perkembangan Bermain
Bermain pada masa kanak-kanak awal sering diartikan sebagai kegiatan untuk memperoleh kesenangan tanpa memperhitungkan hasil dari kegiatan tersebut. Kegiatan bermain secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu :
1.    Bermain aktif
Dimana dalam kegiatan ini anak dapat memperoleh kesenangan dengan ikut terlibat langsung dengan kegiatan yang ada.
2.    Bermain pasif
Sering disebut kegiatan mencari hiburan adalah bermain yang dilakukan anak tanpa mengeluarkan banyak tenaga dan pikiran, dimana anaka juga bisa memperoleh kesenangan dengan melihat kegiatan orang lain.
Pengaruh bermain bagi perkembangan anak adalah :
a.      Perkembangan Phisik
Kegiatan bermain sangat bermanfaat bagi anak untuk mengembangkan ketrampilan dengan memacu pertumbuhan otot, dan meatih kekuatan seluruh bagian tubuh, dengan bermain anak dapat menyalurkan tenaga dan energi yang dimiliki.
b.      Dorongan berkomunikasi
Dengan kegiatan bermain anak akan dapat mengkomunikasikan dan mengaktualisasikan dirinya terhadap orang lain lewat berbagai permainan. Dengan bermain pulan anak akan belajar untuk memahami apa yang dikomunikasikan teman-temannya, memperoleh berbagai informasi baru dan belajar memahami apa yang dimauai orang lain.
c.       Penyaluran energi emosional
Ketegangan atau kejengkalan yang dialami anak sebagai akibat pembatasan lingkungan keluarga atau tekanan emosional dari orang dewasa akan dapat tersalur dalam kegiatan bermain. Dengan bermain anak dapat dapat mengekspresikan emosinya secara bebas dan sekaligus pelampiasan terhadap berbagai tekanan dan energi emosional.
d.      Penyaluran dari kebutuhan dan keinginan
Meskipun dengan jenis dan intensitas yang berbeda dengan kebutuhan orang dewasa, BALITA juga mempunyai keinginan dan kebutuhan yang memerlukan pemenuhan. Kebutuhan dan keinginan yang mungkin tidak terpenuhi bisa tersalurkan lewat kegiatan bermain, seperti misalnya anak yang tidak mampu mencapai peranan sebagai pimpinan, dengan bermain peran sebagai bapak, ibu dan sebagainya.
e.       Sumber belajar
Dengan bermain bersama-sama teman di luar lingkungan keluarga, akan menyebabkan terbukanya jendela informasi buat anak. Karena bermain dapat memberikan kesempatan kepada BALITA untuk mempelajari berbagai hal, baik tentang keadaan lingkungan, pola perilaku orang lain dsb.
f.        Rangsangan bagi kreativitas
Dalam kegiatan permaianan sering kali akan akan mencoba dan menemukan sesuatu yang baru untuk kemudian dikembangkan menjadi bahan dan model permainan, melalui eksperimentasi dalam bermain anak akan menemukan bahwa merancang sesuatu yang baru dan berbeda dengan yang telah ada akan dapat menimbulkan kepuasaan dan memperoleh penghargaan dari lingkungannya.
g.      Perkembangan wawasan diri
Dalam bermain dengan orang lain akan dapat membandingkan kemampuan dirinya dengan kemampuan anak-anak yang lain. Hal ini memungkinkan anak mengembangkan  konsep diri secara lebih nyata.
h.      Belajar bermasyarakat
Dengan berhubungan dengan anak lain maka anak akan belajar membentuk hubungan sosial dan menghadapi serta belajar memecahkan permasalahan secara bersama, atau membicarakan dengan teman tentang berbagai hal yang muncul dari hubungan sosial tersebut.
i.        Perkembangan ciri kepribadian yang diinginkan
Dengan kegiatan bermain anak kan melakuakan penilaian terhadap permasalahan yang ditemui termasuk pola perilaku orang lain. Dengan demikian secara tidak langsung anak mulai mengembangkan standar moral yang sesuai dengan kelompok dan belajar berperan sesuai dengan jenis kelamin dan kemampuannya.

F.      Perkembangan Moral
Pada awal masa kanak-kanak ini, perkembangan moral masih berada pada taraf yang snagat sederhana, karena perkembangan intelektual dan penalaran anak belum memungkinkan anak untuk menerima dan menerapkan prinsip-prinsip yang abstrak yang menyangkut nilai benar dan salah, serta tatanan moral dan sosial yang lain. Sehingga upaya yang dapat dilakukan adalah melatih anak untuk  belajar berperilaku moral dalam erbagai situasi khusus, dengan menekankan bagaimana bertindak, tanpa dilandasi alas an mengapahal itu harus dilakukan dan mengapa perilaku lain tidak boleh dilakukan. Penanaman moral pada masa kanak-kanak dapat dilakukan dengan disiplin yang oleh masyarakat sering dipakai untuk mengajarkan perilaku moral, sehingga sangat memungkinkan dan dapat dilakukan dengan paksaan yang tidak dapat merusak tahapan dan kemampuan perkembangannya. Sikap orang dewasa disekitarnya, seerta perlakuan yang diterima akan sangat berpengaruh pada keberhasilan penanaman perilaku moral ini.
Dalam kajian teoritis Kohlberg dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa perkembangan moral anak-anak akan sejalan dengan perkembangan penalaran sehingga Kohleberg memperkenalkan istilah penalaran moral yang terdiri dari moral reasoning, moral thingking dan moral judgemen. Menurut Kohleberg selama tahun-tahun pertama perkembangan anak belum terdapat kehidupan moral dalam arti yang sebenarnya karena anak belum bisa membedakan baik buruk dengan pertimbangan penalarannya, perilaku moral sebenarnya dilakukan hanya berdasar pembiasaan norma atau kewibawaan moral penilaian moral pada anak-anak belum meiliki struktur yang jelas. Penalaran moral tidak terkait dengan pertanyaan baik buruk, tetapi terkait dengan jawaban atas pertanyaan mengapa sesuatu diangga baik buruk. Moralitas dipandang sebagai suatu konflik antara kepentingan diri dan lingkungannya yaitu antara hak dan kewajiban yang harus diselesaikan, sehingga penalaran moral diidentikan dengan penyelesaian  konflik antara kepentingan diri dan lingkungan. Dengan cara pendang seperti ini Kohlberg membagi perkembangan tahapan moral yang sifatnya universal, terdapat enam tahap (stages) dalam perkembangan moral yang terkain satu dengan lain dalam tiga tingkatan (levels). Keterkaitan terjalin sedemikian rupa sehingga setiap tingkatan meliputi dua tahap. Sesuai dengan perkembangan penalaran anak maka tiga tingkatan perkembangan penalaran moral tersebut didahului dengan tahapan (1) Orientasi Hukuman dan Kepatuhan: anak mendasarkan perbuatannya atas otoritas kongkrit orang dewas, serta Orientasi relativis instrumental: tahap ini perbuatan bisa dianggap baik jika dapat diibaratkan sebagai alat yang dapat memenuhi kebutuhannya seniri dan kadang-kadang kebutuhan orang lain. Ketergantungan emosional dan rasa takut yang dialami anak untuk mendapat akibat dari perilaku yang tidak sesuai dengan otoritas dapat dipakai sebagai alat pembentukan perilaku dengan penanaman disiplin yang konsisten untuk kebiasaan hidup yang baik dan penanaman sikap positif (hormat kepada orang tua, kejujuran, kepatujan menjalankan kewajiban sederhana dan sebagainaya). Dengan pemberian hukuman dan ganjaran yang tepat pembentukan perilaku moral pada tahap ini akan mendasari pembentukan perilaku pada tahapan-tahapan berikutnya.

G. Perkembangan Kepribadian
            Perkembangan pola kepribadian mulai terbentuk pada masa bayi dan masa kanak-kanak awal, sehingga orang tua dan sanak saudara merupakan factor penting dalam pembenttukan konsep diri yang merupakan inti pola kepribadian yang sedang berkembang. Konsep diri yang telah diletakan agak sulit untuk dirubah sehingga perlu difikirkan kondisi-kondisi yang membentuk konsep diri pada awal masa kanak-kanak yaitu:
1.      Cara pelatihan anak
Disiplin otoriter keras yang diterapkan orang tua dalam mendidik anak dengan disertai berbagai hukuman badan cenderung memupuk kebencian anak kepada orang yang berkuasa sehingga perkembangan menjadi anak yang selalu menentang otoritas orang tua atau sebaliknya akan menimbulkan perasaan pasrah dan cepat menyerah pada keadaan.
2.       Cita-cita orang tua terhadap anak
Harapan dan obsesi orang tua terhadap anak akan sangat berperan dalam mengembangkan konsep diri, bila cita-ciat dan harapan yang ditanamkan terlalu tinggi dan tidak sesuai dengan harapan yang dicanangkan akan meninggalkan bekas tak terhapuskan pada pembentukan konsep diri, yang kemudian akan menimbulkan rasa rendah diri, dan membuat anak menarik diri dari lingkungan atau menjadi anak yang tidak mudah menyesuaikan diri.
3.      Posisi urutan anak dalam keluarga
Urutan kelahiran sering kali menyebabkan orang tua mempengaruhi perkembangan kepribadian, hal ini secara tidak langsung diakibatkan oleh perlakuan dan peran kusus diantara saudara-saudara yang lain. Kelompok minoritas dalam keluarga atau anak bungsu seringkali diperlakukan berbeda dengan anak lain yang pada akirnay membuat anak tergantung dan tidak cepat mandiri.
4.      Ketidaknyamanan lingkungan
Tidak selamanya lingkungan memberikan suasana yang kondusif bagi perkembangan anak, seringkali lingkungan justru merugikan perkembangan anak, baik yang berasal dari perceraian orang tua perpisahan keluarga, kematian atau cepatnya mobilitas sosial sering menimbulakan pengaruh buruk dalam pembentukan konsep diri karena anak berkembang dalam suasana tidak nyaman dan merasa tidak aman.
H. Faktor yang membantu perkembangan BALITA
            Dari berbagai hasil penelitian diketemukan adanya beberapa faktor  yang relative dapat membantu anak BALITA menyelesaikan tugas-tugas perkembangan yaitu
1.      Kesehatan
Kondisi kesehatan yang baik akan memungkinkan anak dapat secara maksimal menikmati apapun yang dilakukan dan dapat pula membantu anak dalam mencapai keberhasilan maksimal dalam melakukan berbagai kegiatan yang terkait dengan tugas perkembangan yang harus diselesaikan.
2.      Lingkungan
Kondisi lingungan yang sehat, akan dapat meransang perkembangan anak sehingga mencapai hasil yang maksimal, lingkungan yang baik adalah lingkungan dimana anak dapat memperoleh kesempatan untuk dapat menggunakan dan mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin.
3.      Perilakunya
Karena keterbatasan penalarannya atau karena perlakuan orang dewasa. Sering menyebabkan anak bersikap kolokan dan kekanak-kanakkan dan perilaku ini banyak menggangu orang dewasa, bila perilaku ini tidak diterima secara wajar akan berakibat semakin parah tetapi bila hal ini dapat diterima oleh orang tua dan bimbingan yang tepat akan sangat membantu anak dalam belajar berperilaku secara sosial.
4.      Kebijaksanaan dalam menegakan disiplin
Dalam penanaman disiplin ada tiga hal yang perlu mendapatkan perhatian yaitu, ada aturan yang harus dipatuhi, pemberlakuan aturan tersebut secara konsisten dan pemberian sanksi yang berupa hukuman dan hadiah. Sehingga disiplin harus dilaksanakan secara konsisten. Dengan demikian anak mengerti yang diharapkan dari padanya dan mencegah anak dendam karena merasa bahwa ia dihukum secara tidak adil.
5.      Mengembangkan ekspresi-ekspresi kasih sayang yang wajar
Pelatihan untuk mengekspresikan kasih sayang dan perasaan anak akan membantu perkembangan konsep diri, sikap ini dapat dilakukan dengan menunjukan rasa bangga terhadap prestasi yang telah dicapai anak dan meluangkan waktu bersama anak, melakukan hal-hal yang ingin dilakukan.
6.       Harapan-harapan yang realistis
Dalam mendidik anak perlu adanya pemahaman terhadap berbagai kemampuan yang ada pada anak, sehingga orang tua dapat mendidik sesuai dengan kemampuan anak. Dengan pemahaman ini anak akan mendapat kesempatan yang wajar untuk meraih sukses dan dengan demikian mendorong perkembangannya konsep diri yang baik.
7.      Mendorong kreativitas dalam bermain
Dalam perkembanganmya perlu ditumbuhkan konsep percaya diri agar anak dapat mencapai hasil maksimal, menumbuhkan self convidence dapat dilakukan dengan menghindari cemooh atau kritik yang tidak perlu yang mengkin akan mengurangi semangat anak untuk mencoba kreativitasnya.
8.      Diterima oleh saudara-saudara kandung dan teman
Rasa diterima oleh saudara kandung dan teman dalam bermain sangat diperlukan, sehingga anak akan merasa aman dan dapat mengembangkan sikap yang baik terhadap berbagai kegiatan sosial. Ini dapat didorong oleh bimbingan dalam hal bagaimana menyesuaikan dengan orang lain dan oleh adanya panutan yang baik di rumah untuk ditiru.
9.      Seasana gembira dan bahasia dirumah
Keluarga adalah lingkungan pertama bagi anak, dari lingkungan ini anak memperoleh berbagai pengalaman yang mendasari perkembangan berikutnya, bila suasana keluarga tempat anak berkembang adalah lingkungan yang penuh dengan suasana gembira dan bahagia, anak akan belajar dan berusaha mempertahankan suasana ini dalam lingkungan yang lain.
10.  Prestasi dalam kegiatan
Yang penting bagi anak dan dihargai kelompok dengan siapa anak mengidentifikasikan diri.

2.2 PERKEMBANGAN ANAK USIA BERMAIN
            Masa sekolah yaitu fase antara usia 6 sampai 12 tahun, sering juga disebut masa kanak-kanak akhir atau masa bermain. Karena pada masa ini perkembangan social anak yang Nampak sangat menonjol, perkembangan sikap social pada masa ini juga ditandai dengan mulai hilangnya sikap egosentris yang kemudian berubah pada orientasi social. Perkembangan yang juga menonjol pada masa ini adalah perkembangan dalam bidang keterampilan untuk dapat menolong dirinya sendiri, keteranpilan menolong orang lain, keterampilan untuk sekolah, dan terutama berbagi keterampilan yang diperlukan bermain. Secara umum perkembangan masa ini tidak berbeda dengan perkembangan yang terjadi pada masa balita, sehingga perkembangan yang terjadi lebih diarahkan lebih untuk melanjutkan pola yang terbentuk pada masa balita. Sedikit perbedaan dalam perkembangannya adalah:
1.      Perkembangan emosi
Pada masa ini dengan perkembangan penalarannya, anak mulai tahu bahwa ungkapan emosional yang berlebihan, merupakan hal yang kurang baik, dan secara sosial tidak dapat diterima oleh teman-teman sebaya, atau keluarga, sehingga perkembangan yang Nampak adalah anak mulai belajar untuk mengendalikan ungkapan-ungkapan emosi yang bersifat negative dan cenderung untuk mulai mengungkapkan emosi yang menyenangkan. Pengalaman-pangalaman yang menyenagkan atau menyakitkan yang dialami anak pada masa balitaakan mempengaruhi jenis situasi mana yang dapat membangkitkan emosi positif maupun negatif pada anak, serta bagaimana model anak mengekspresikan ungkapan emosional tersebut. Keinginan yang kuat untuk dapat mengekang ungkapan-ungkapan emosi emosi eksternal demi kepentingan kehidupan sosialnya sering membuat anak usia ini menjadi merasa gelisah, mudah tersinggung atau justru muncul dalam perilaku menarik diri dari komunikasi sosial. Pelampiasan emosi yang terkekang yang sudah memuncak (katarsis emosional) sering ditunjukan oleh anak dengan cara menangis keras-keras, sibuk bermain sendiri tanpa memperdulikan larangan atau menarik diri. 
2.      Perkembangan sosial
Akir masa anak-anak sering juga disebut sebagai usia berkelompok karena pada masa ini cirri yang menonjol ditandai dengan minat besar terhadap aktivitas dengan teman-teman sebaya dan meningkatnya keinginan untuk diterima sebagai anggota kelompok. Sehingga anak-anak pada usia sekitar 9-11 tahun mulai punya geng atau kelompok bermain yang mempunyai sifat dan kegiatan berbeda dengan geng pada masa remaja. Cirri geng pada masa anak-anak adalah:
a.       Geng anak-anak merupakan kelompok yang mempunyai minat bermain dalam bidang yang sama, untuk dapat menjadi anggota geng anak harus diajak (diterima) semua anggota.
b.      Anggota geng umumnya terdiri dari kelompok jenis kelamin yang sama, anggota geng pada mulanya hanya terdiri dari 3 atau 4 orang dan anggota akan meningkat jumlahnya dengan bertambahnya minat pada olahraga.
c.       Geng apada anak laki-laki sering kali juga terlibat dalam perilaku sosial yang kurang baik, misalnya mencuri mangga, melompati pagar orang dan sebagainya. Perilaku negatif semacam ini tdak terjadi pada geng perempuan.
d.      Geng anak-anak mempunyai pusat pertemuan yang biasanya jauh dari pengawasan orang tua, dan dalam kehidupan dan dalam bermain, kelompok ini senang menggunakan atribut yang sama misalnya baju yang sama, sepeda yang sama dan sebagainya.
3.      Perkembangan bermain
Kegiatan bermain yang sudah mulai berkembang pada masa BALITA ini terus dikembangkan sampai masa kanak-kanak akhir. Bermain bagi anak-anak mempunyai peran yang sangat penting untuk perkembangan fisik psikologis dan sosial anak, sehingga untuk dapat mencapai perkembangan yang optimal anak harus diberi waktu dan kesempatan untuk bermain terutama dengan teman sebaya. Dengan bermain anak akan mengembangkan berbagai keterampilan dan sosialisasi. Berbagai jenis keterampilan yang sering dilakukan anak dengan bermain adalah:
a.       Bermain konstruktif
Adalah bentuk permainan yang dilakukan dengan membuat atau menyusun sesuatu konstruksi tanpa memikirkan manfaat merupakan permainan yang sangat disukai anak, dalam jenis permainan ini anak tidak mengalami kesulitan mencari akal karena apapun yang ditemui dapat disusun menjadi konstruksi yang diinginkan misalnya membuat sesuatu dari kayu, bermain rumah-rumahan, bermain pasir dan sebagainya.
b.      Menjelajah
Sesuai dengan bertambahnya usia, anak mulai ingin melakukan eksplorasi, dengan melihat dan mencermati lingkungan sekitar. Jenis permainan ini pada umumnya ditunjukan untuk dapat memuaskan rasa ingin tahu anak tentang hal-hal baru. Populernya kegiatan menjelajah sebagai kegiatan bermain bersama, menimbulkan banyak kegiatan rekreasi dan bergembira bersama teman di alam terbuka yang kadang-kadang membahayakan seperti misalnya di sungai, memanjat dan sebagainya.
c.       Mengumpulkan segala sesuatu
Karena anak merasa mulai memerlukan pemilikan secara pribadi terhadap suatu benda atau hal-hal yang bersifat kebendaan, maka anak juga mulai senang sekali mengumpulkan segala sesuatu yang dapat memuaskan dorongan ini. Pada umumnya anak mengumpulkan barang-barang yang sudah tidak terpakai. Jenis permainan ini bagi anak-anak juga dapat merupakan kegiatan yang cukup mengasikkan dan juga sering merupakan sumber iri hati antar mereka.
d.      Permainan dan olah raga
Jenis permainan yang dapat menampung banyak anak adalah bermain olahraga. Dalam kenyataan permainan olahraga lebih banyak disukai oleh kelompok anak laki-laki dari kelompok anak perempuan pada usia ini lebih senang berkumpul dengan teman untuk bermain boneka atau bermain jualan di tempat, yang terlindungi. Permainan olahraga dilakukan dengan meniru permainan orang dewasa dalam bentuk kecil.
4.      Perkembangan moral
Pada usia ini konsep anak tentang moral ataupun keadilan mulai berubah, pengertian yang kaku tentang benar dan salah yang pernah dipelajari dari orang tua mulai berubah karena anak mulai memperhitungkan keadaan-keadaan khusus yang masih berada pada batas toleransi dalam pelanggaran moral. Relativitas moral mulai berrkembang menggantikan konsep moral yang kaku misalnya pada usia balita anak-anak berpendapat bahwa berbohong selalu buruk tetapi kemudian pada masa ini anak berpendapat dalam beberapa situasi berbohong itu dibenarkan dan tidak selalu buruk.
Perkembangan kode moral sangat dipengaruhi oleh standar moral dari kelompok dimana anak mengidentifikasikan diri. Sehingga peranan disiplin sangat penting dalam perkembangan moral baik displin dari keluarga juga disiplin dalam kelompok bermainnya. Pada masa ini juga Nampak perkembangan suara hati yaitu dengan dimulai munculnya reaksi kawatir yang terkondisi terhadap situasi dan tindakan tertentu yang teah dilakukan, dengan jalan menghubungkan perbuatannya dengan nilai tertentu.anak akan membayangkan kesalahan yang dilakukan tersebut dengan hukuman yang muengkin diterima. Suara hati merupakan kontrol terhadap perilaku anak adalah konsep yang terbentuk dengan penegakan disiplin pada masa anak sebelumnya, sehingga merupakan posisi yang diinternalisasikan dan mendorong anak untuk selalu melakukan hal yang benar dan meninggalakna perilaku yang tidak diterima kelompok sosialnya, untuk mendapatkan perlakukan yang baik dan menghindari hukuman.
Perasaan yang semula merupakan pemaksaan dengan hukuman akan dapat berkembang menjadi nilai moral yang diyakini dan merupakan kualitas pribadi. Rasa bersalah merupakan penilaian diri negatif yang terjadi bila anak melakukan perilaku yang bertentangan dengan nilai moral yang wajib diikuti, pada awalnya juga ditnamkan dengan pemaksaan sebelum terinternalisasi menjadi cirri dan keyakinan individu.
Sehubungan dengan perkembangan anak pada masa ini penelitian Kohlberg juga menumakan bahwa anak mulai beralih ketingkat konvensional antar usia 10-13 tahun, dimana perbuatan mulai  dinilai atas dasar norma umum dan kewajiban dan otoritas pribadi. Pada masa ini anak mulai menyesuaikan penilaian dan perilakunya dengan harapan orang-orang disekitarnya ataupun norma yang berlaku dalam kelompok sosialnya merupakan sesuatu yang berharga bagi anak. Anak mulai lepas dari konsekuwensinya akibat dari perbuatan tersebut. Pada tahapan ini anak tidak sekedar menyesuaikan pada harapan orang tertentu tetapi mulai ada loyalitas aktif, yang menunjang serta membenarkan norma yang berlaku. Tingkatan konvensional juga mencangkup dua tahap yaitu:
a.       Penyesuaian kelompok atau orientasi menjadi “anak manis”
Penalaran moral anak cenderung diarahkan pada keinginan atau harapan dari anggota keluarga atau kelompok lain, sehingga perilaku moral adalah perilaku yang dapat menyenangkan atau dapat membantu orang lain. Anak berusaha memenuhi harapan orang tua dan guru, dan anggota kelompok yang lain.
b.      Orientasi hokum dan ketertiban (“law and order”)
Tahapan ini sering disebut “paham kelompok” dimana anak memperluas penyesuaian diri, dari kelompok keluarga kedalam kelompok yang lebih abstrak seperti, teman sebaya, se ide, se agama dan sebagainya. Tekanan diberikan pada aturan yang bersifat tetap yaitu otoritas dan pertahanan norma sosial, sehingga perilaku yang baik adalah melakukan kewajiban, menghormati otoritasdan mematuhi norma yang berlaku.

2 komentar: